Kamis, 14 September 2017

Tampak Asli Yang Mengecewakan





Gambar dari sini 
 

Di Kabupaten Cirebon terdapat desa Sitiwinangun yang berada di kecamatan Jamblang.Dari dulu desa ini terkenal dengan gerabahnya. Sesuai dengan arti dari Sitiwinangun . Siti artinya tanah dan wangun artinya bentuk. Jadi mengandung arti tanah yang dibentuk Pembuatan gerabah ini sudah puluhan tahun dan yang pertama kali membuat adalah Pangeran Panjunan yang memang punya keahlian dalam membuat gerabah.Keahliannya diturunkan ke Pangeran Jagabaya dan akhirnya pada anak dan cucunya.Hasil karyanya sangat halus dan kuat dan indah .Juga tak mudah pecah. Untuk membuat gerbaah mereka masih percaya kalau harus mengadakan ritual terlebih dahulu . Batu yang akan dibuat gerabah dibawa mengelilingi makam Pangeran Jagabaya. Tapi ritual ini sekarang sudah jarang dilakukan lagi. Kalaupun ada masarakat yang masih memegang teguh adat istiadat mereka.

Di beberapa rumah penduduk mereka membuat gerabahnya. Dan corak dari gerabahnya unik yang berbeda dengan daerah lainnya. Dan gerabah ini di buat dengan teknik kuno yang masih dipertahankan . Seperti teknik pijit atau pinching dan teknik pilin atau coiling atau gabungan keduanya tanpa menggunakan alat apapun. Untuk corak pada gerabah digunakan teknik toreh, cukil  atau papan pemukul berhias. Teknik ini memakan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan gerabah-gerabah yang tidak dibuat dengan cara ini. Selain itu rumit dan butuh ketelitian dan kesabaran.

Baru-baru ini desa Sitiwinangun ini mulai terlihat di media sosial terutama di instagram. Beberapa kali aku membaca kalau desa ini akan dikembangkan sebagai desa wisata dengan ciri gerabahnya. Beberapa postingan foto di instagram yang memperlihatkan pengunjung yang datang ke sana. Awalnya aku tertarik untuk ke sana tapi belum punya kesempatan saja. Ingin melihat sendiri gerabah yang banyak dilihat wisatawan bahkan ada wisatawan dari luar negeri juga. Dan desa ini begitu saja terlupakan. Sampai suatu saat adikku yang berasal dari Tangerang datang ke Cirebon. Kebetulan ini kunjungan yang sudah kesekian kalinya. Jadinya beberapa wisata sudah pernah mereka kunjungi. Eh, kok aku ingat dengan desa Sitiwinangun ini. Karena aku juga belum pernah ke sana dan saat aku menawarkan pada adikku, dia mau. Malah dia antusias karena dia baru buka kedai dan ingin piring-piringnya dan hiasan kedainya dari gerabah.

Akhirnya kami berangkat menuju desa Sitiwinangun. Walau aku sudah cukup lama di Cirebon untuk mencari desa ini mengalami kesulitan. Akhirnya ketemu juga plang yang menunjukkan desa Sitiwinangun. Karena tak tahu tempatnya makanya adikku menelpun nomer telpon yang ada di web sitenya. Ternyata adikku juga sudah melihat webnya dengan gambar gerabah-gerabahnya yang apik. Akhirnya dengan bantuan orang yang ditelpun tadi, akhirnya sampai juga di depan balai desanya. Sebelumnya harus kesasar dulu sampai area persawahan . Akhirnya balik lagi dan ketemulah balai desanya. Sungguh kecewa saat orang yang menerima telepun tadi adalah pengurus di workshop yang ada di depan balai desa. Tempat pelatihan yang terlihat seadanya. Kumuh dan kotor dan tak terlihat ada kegiatan di sana. Bahkan show roomnya penuh debu dan lantai yang kotor sekali. Tidak tampak seperti show room. Gerabah yang ada juga dipenuhi debu. Alasannya katanya baru pameran di Jakarta. Tapi masa samapai berdebu dan kotor sekali. Itu alasan yang dibuat-buat. Aduh raasnya malu sekali membawa tamu walaupun itu adik sendiri, tapi apa yang ditulis di instagram dan websitenya tidak terlihat di dunia nyatanya. Sungguh kecewa, katanya desa Sitiwinangun ini akan dibuat menjadi sentra gerabah dan wisata  ternyata tak ada sama sekali kegiatan dan penampakan seperti yang diharapkan. Mengapa ini bisa terjadi? Pengurus itupun tak bisa berbuat banyak saat banyak pertanyaan yang aku lontarkan padanya. Kalau hanya slogan saja dan tak dipelihara dan dikembangkan bagaimana desa ini akan menjadi tujuan wisata dan pusat gerabah. Bagaimana kejayaaan gerabah asli Cirebon bisa tetap lestari kalau penanganannya hanya seperti ini.

Akhirnya adikku melanjutkan perjalanan ke Jawa Tengah. Pulang dengan rasa kecewa karena dibenaknya dia bakal bisa membeli beberapa gerabah untuk mengisi kedai barunya. Lebih kecewa lagi aku, aku sudah punya ekspektasi yang tinggi karena melihat foto di instagram dan website tapi tak sesuai dengan kenyataannya. Dan perasaan malu membawa tamu ke tempat yang salah.


50 komentar:

  1. Ah sayang sekali ya mbak. Potensinya sudah ada, tapi istilahnya tak dikenal dgn baik. Saya pikir banyak juga pengunjung lain yg kecewa seperti mbak.
    Moga kedepannya ada perbaikan disana.

    Salam,

    BalasHapus
  2. Wah, sayang. :( Aku juga baru kenal sama istilah2nya

    BalasHapus
  3. iya sayang banget bu
    padahal kalo dilihat sekilas sebenarnya bagus
    dan berpotensi untuk dikembangkan

    BalasHapus
  4. iya mas, coba bisa kayak di kasongan Jogja, kan asyik, masarakanya juga bakal maju ekonominya

    BalasHapus
  5. iya mas ikrom, kalau dikelola baik, jd sentra gerabah dan ekonomi meningkat pariwisata juga maju

    BalasHapus
  6. Padahal kalau dirawat dan dilestarikan dengan baik, bisa jadi potensi wisata gerabah ya, mam Tira :) Bisa jadi barang antik loh suatu hari nanti.

    BalasHapus
  7. betul mbak nurul, juga melestarikan budaya yang sudah lama ada

    BalasHapus
  8. se,oga pengelolaannya bisa berkembang ya, mba. sayang banget aset budaya tidak dipelihara dan dikenal masyarakat Indonesia :(

    BalasHapus
  9. Moga ke depannya ada perbaikan beneran ya. Gak cuma bagus di foto

    BalasHapus
  10. Seharusnya bisa mencontoh Desa Kasongan di Jogja. Sayang sekali kalau hanya di Instagram. Ayo Mbak Tira menggerakkan hehe...

    BalasHapus
  11. iya mbak annafi, sayang aset budaya kl gak diteruskan akan punah

    BalasHapus
  12. nah itu dia mbak wignia, coba bisa kaya kasongan kan bisa menumbuhkan perekonomian di sana

    BalasHapus
  13. Iya ya, kayaknya banyak yang begini. Antara iklan di IGnya kurang sesuai dengan kenyataan. Padahal potensinya besar.

    BalasHapus
  14. Hmm.. Semoga beneran karena abis pameran ya mbak jadi belum sempat berbenah

    BalasHapus
  15. Ya ampun sayang banget ya..kalau dari Instagram sepertinya bagus dan terurus tapi pas kesana kok kaya ga keurus gitu.

    BalasHapus
  16. promosi di media online gencar tapi kurang terawat atau kurang perhatian ya di lapangan :(

    BalasHapus
  17. Semoga lebih diperhatikan lagi di lapangan, dikelola dengan baik potensi lokal. Karena sayang ya, itu kan sudah dikenal di dunia maya.

    BalasHapus
  18. Coba mba masukka. Foto2 di instagram dan foto keadaan sebenarnya yang sepeti apa . Jadi ada komparasi nya.
    Semoga jalan2 berikutnya menyenangkab uaa

    BalasHapus
  19. Aduh sayang banget ya mbaa ternyata semuanya ga sesuai dengan ekspetasi.. semoga aja ada yang memberdayakan ya mba.. sayang banget menurut aku

    BalasHapus
  20. Sayang bangeet mbak ya, padahal bagus" tp dibiarkan berdebu gtuu hmmm. .

    BalasHapus
  21. Sayang banget, padahal cukup potensial. Mungkin kurang support

    BalasHapus
  22. begitulah mbak sari kalau diberikan sama pemerintah gak peduli, mungkin swasta hrs masuk

    BalasHapus
  23. iya mbak nur, kayaknya lebih baik swasta yang masuk deh kalau pemerintah acuh

    BalasHapus
  24. iyulah poryuguesanava, wah saling kecewanya kita langsung balik , boro2 mau foto2

    BalasHapus
  25. iya mbak widayati, kurang suport dr pemdanya

    BalasHapus
  26. Sayang sekali, sebenarnya dengan adanya pembuatan gerabah dan lainya bisa mendongkrak ekonomi warga. Apa memang sudah mulai bergeser dan bangkrut?

    BalasHapus
  27. nah itu dia mas nasirullah, coba bisa kaya di kasongan Jogja, kan masarakat sendiri yang untung

    BalasHapus
  28. Mba harusnya bisa berkembang ya. Potensinya bagus padahal. Apa nggak ada yg mau ya mbaa, kayak cerita temenku. Semua tetangga maunya ke kota, nggak mau nyawah. .sedih bgt

    BalasHapus
  29. Sayang banget.
    Tapi memang kadang begitu. Di tempatku lagi gencar promo tempat wisata. Tampilan dari foto yang dipajang memang menggugah, tapi saat kami ke sana tak begitu wah seperti apa yg dipajang itu.

    Sejak itu, kadang saya menurunkan ekspektasi pada tempat yg saya diketahui sekadar dari foto :(

    BalasHapus
  30. Sayang banget ya, Mbak. Tpai kadang memang suka ada yang gitu di foto tampak (sangat) bagus. Bikin kita jadi punya ekspektasi lebih

    BalasHapus
  31. Semoga pemda setempat mau membantu agar desa Sitiwinangun bisa jaya lagi. Ada yang memberikan edukasi gimana menjadi desa wisata yang memukau dan menarik wisatawan. Kalo foto sama real nggak sama kan pengunjung jadi merasa tertipu ya.

    BalasHapus
  32. Duuh sayang banget ya mba, apalagi udah jauh-jauh, ternyata ga sesuai yang dilihat

    BalasHapus
  33. gak tahu mbak ucig, di sana juga ada yang bikin kerajinan tangan dari ban bekas, juga aku lihat gak berkembang

    BalasHapus
  34. betul juga ya mbak alma, jangan mempunyai ekspektasi tinggi kalau hanya lihta foto saja

    BalasHapus
  35. iya mbak liswanti, yg kasiahn adikku sih

    BalasHapus
  36. duh bisa ngebayangin kecewanya ketika ekspektasi tak sesuai dengan kenyataan. Padahal potensi berkembang ada ya mbak

    BalasHapus
  37. yah aku kok baca ini jadi turut kecewa juga mba sayang banget y potensinya ga bisa dilestarikan 😢 lebih sayangnya di web n IG menampilkan yg bagus knp aslinya jauh dr harapan. aku juga dlu ortu jualan gerabah ambilnya dr Cirebon mb tp dlu bgt masi kecil ga tau deh apa mgkn ambil dr sini hehehe

    BalasHapus
  38. betul mbak dwi, juga malu sama adikku sdh nyombongin eh malah gak bener

    BalasHapus
  39. mbak herva, gerabah cirebon itu cenderung hampir punah makanya ada program memperbaiki keadaan ini . beritanya sih orang ITB dari seni rupa mau membantu dlm desain tp kok kenyataannya spt ini

    BalasHapus
  40. Sharing pengalaman yang sangat bermanfaat Kak. Sungguh mengecewakan jika realita tidak sesuai harapan, memang ada benarnya untuk membandingkan berbagai sumber sebelum mengunjungi suatu tempat.

    BalasHapus
  41. nah itu dia mas supomo, aku sdh lihat webnya gambarnya bagus dan bintangnya 5, jd aku kira memang bagus

    BalasHapus