Senin, 13 Oktober 2014

Mesjid Merah Yang Tersembunyi Di Tengah Kota Cirebon








Mesjid Merah ini terletak  di kampung Panjunan Kecamatan Lemah Wungkuk Kota Cirebon didirikan tahun1480 oleh Syarif Abdurrahman yang lebih dikenal dengan pangeran Panjunan.Mesjid ini dibuat dari bata merah sehingga disebut dengan Mesjid Merah. Merah juga melambangkan keberanian Pangeran Panjunan dalam mengambil keputusan. Memasuki mesjid terdapat gapura yang terlihat pengaruh dari budaya Hindu dari jaman Majapahit. Tembok yang mengelilinginya mempunyai hiasan yang berbeda, dinding sebelah kanan pintu masuk bermotif batik sedangkan sebelah kiri polos tanpa hiasan, Ini mempunyai arti diluar orang boleh berbeda status tetapi ketika masuk ke dalam mesjid semua orang punya satu tujuan untuk menghadap Allah. Dari beranda mesjid terdapat pintu masuk dengan ukuran kecil untuk mengingatkan agar orang yang masuk mesjid menghilangkan kesombongan dan rendah hati menghadap Allah.





Atap mesjid terbuat dari sirap, terdapat tiang penyangga atap sebanyak 17 yang menandakan jumlah 17 rakaat dalam salat satu hari penuh. Empat dari tujuhbelas tiang penyangga ini merupakan tiang penyangga utama yang melambangkan empat imam dalam hukum atau syariat. Ujung tiang tersebut berbentuk bintang dengan delapan bunga dan ini pengaruh dari budaya Arab. Bintang ini melambangkan delapan lafal salawat. Pada dindingnya banyak terdapat piring keramik pengaruh dari Cina dan Eropa.Uniknya mihrabnya dihiasi dengan keramik yang indah dan berbentuk Padaruksa. Selain itu di mesjid ini tak ada mimbar karena hanya digunakan untuk solat sehari-hari tidak untuk solat jumat atau solat hari raya. Sedangkan bedug dan kentongannya diletakkan di sebelah kiri ruangan yang bersebelahan dengan sebuah makam.Dulunya digunakan untuk berbagi ilmu antara Pangeran Panjunan dengan Wali Songo termasuk Sunan Gunung Jati.







Kampung Panjunan ini kebanyakan penduduknya adalah keturunan Arab , karena memang Syarif Abdurrahman sendiri berasal dari imigran Bagdad tetapi pengaruh budaya Arab di mesjid ini sangat sedikit. Dulunya Syarif Abdurraham ini pembuat gerabah dan beberapa keturunannya mempertahankan tradisi pembuatan gerabah tapi sekarang sudah tidak lagi, hanya terlihat satu toko yang menjual beraneka ragam bentuk gerabah . Mesjid Merah ini sudah dijadikan cagar budaya yang harus dilestarikan sebagai budaya bangsa. 



Sayangnya waktu saya datang ke sana untuk  melihat  mesjid dalam rangka mengikuti lomba blog foto dengan tema mesjid, saya tidak tahu apa mereka itu pengurus mesjid atau bukan tapi ibu-ibu itu meminta uang pada saya. Waktu saya memberikan uang , mereka meminta tambahan untuk teman mereka yang jumlahnya tiga. Sungguh bukannya saya tak mau memberi uang , justru ini akan merusak citra mesjid itu sendiri  apalagi kalau yang datang wisatawan dari luar daerah atau wisatawan asing akan memberikan citra yang negatif. Apa tidak sebaiknya dibuatkan saja kotak untuk menyumbang dan uangnya untuk pemeliharaan mesjid bukan untuk pribadi, karena saya melihat bagian samping mesjid agak kotor oleh sarang laba-laba dan kumuh  di bagian atapnya dan makamnya juga agak kusam .


21 komentar:

  1. Masjidnya bagus, itu piringnya nempel di temboknya ya...

    BalasHapus
  2. Saya sepakat dan sependapat, sebaiknya setiap masjid teresedia kotak infak/sumbangan, yang uangnya nanti didayagunakan untuk pemeliharaan masjid, bukan untuk pribadi.

    BalasHapus
  3. iya mas, itu yang menjadi ciri khasnya. Di keraton Kesepuhan Cirebon juga dindingnya ditempelin dengan piring2 keramik

    BalasHapus
  4. Betul mas Irham, uang yang didapat sebaiknya untuk pemeliharaan mesjid agar selalu tampak bersih dan nyaman

    BalasHapus
  5. Wah seru juga y mah bisa ke masjid itu, kalo di jogja ada masjdi kota gedhe mas yg masih kental sama jawa banget gtu... wah kira" saya bisa ngadem sampe stu juga gak yah hehe.... emm yg terakhir itu yg mengganggu...wahs mga ibu" yg minta" sgra dikasih hidayah sm Allah deh.... emng susah mas kadang kalo ada pungli

    BalasHapus
  6. disain dan bentuknya penuh makna ya Mah, sayang sekali ada punglinya..

    BalasHapus
  7. ayo mas Angki , mampir ke Cirebon , bisa naik kereta api dari Jogja. Waktu kapan aku nyoba naik kereta ekonomi harganya 35 ribu rupiah ke jogja turun di lempuyangan dari statsiun parujakan, Cirebon

    BalasHapus
  8. betul mbak Diah, banyak penagruh pada mesjidnya. di sekitar mesjid memang merupakan kampung Arab, sedangakn pengaruh Cina karena banyak pedagang Cina yang datang ke Cirebon waktu dulu.

    BalasHapus
  9. Unik ya mak..dari luar kaya pura.

    BalasHapus
  10. memang mesjid ini ada pengaruh hindunya yaitu pada pintu gerbang dan tembok yang mengelilingi mesjid

    BalasHapus
  11. eksotis gerbangnya terlihat seperti pura

    BalasHapus
  12. Masjid yg bagus..patut di lestarikan sebagaik cagar budaya. cuma miris dg oknum2 yg meminta uang bukan untuk keberlangsungan masjid

    BalasHapus
  13. betul mbak, sudah diberi masih minta nambah lagi. Mbak Nurjanah ,ini mesjid memang sudah dijadikan cagar budaya yang memang harus dilestarikan hanya saja perhatian pemkot masih kurang

    BalasHapus
  14. Di banyak masjid, selalu ada ibu2 yg meminta uang (mirip pengemis), apalagi di masjid yg lumayan sering dikunjungi wisatawan. Saya waktu ke masjid demak juga risih krn di parkiran motor diserbu ibu2 pengemis.

    BalasHapus
  15. iya sih itu yang kadang membuat risi ya mbak

    BalasHapus
  16. masjidnya unik ya mbak

    BalasHapus
  17. kayanya saya pernah maen kesana, tp udah lama banget... saya inget tembok merah & piring2nya...

    BalasHapus
  18. oh gitu ya mbak Nathalia, memang itu cirinya, di keratonnya juga banyak piring keramik ayng ditempelin ke dindingnya

    BalasHapus