Sabtu, 22 Agustus 2015

Tongkat Penuh Kenangan





 Tongkat rotan  yang selalu setia menemani saat beraktivitas

Saat rumahku akan direnovasi, aku mulai membereskan barang-barang untuk dimasukan dalam dus agar tidak kotor dan hilang. Saat itu aku terpaku dengan tongkat rotan yang tergeletak di dekat almari. Aku memegang tongkat itu. Tongkat yang menurutku penuh kenangan dan mengingatkan diriku mendapatkah berkah terindah dari Allah setelah harus berjuang dengan kesabaran yang penuh. Tongkat yang dulu berjasa membantu jalan suamiku setelah mengalami kecelakaan yang membuat tulang kering dan tulang pahanya patah.  Kini ingatan aku kembali pada peristiwa yang sudah lama lewat.

Sore itu hatiku sedang gembira karena anak sulungku lulus SMA dengan hasil yang gemilang. Siang tadi aku sudah mengabarkan pada suamiku. Suamiku berjanji mau makan bersama di resto kesukaan kami sekeluarga.  Tapi tiba-tiba ponselku berbunyi dan suamiku mengabarkan kalau dia kecelakaan. Aku tehenyak sejenak dan segera menuju rumah sakit. Keadaan suamiku masih sadar tapi kakinya terkulai karena patah tulang dan hari itu harus segera di operasi karena patah tulang keringnya terbuka. Harus segera agar tak ada infeksi. Malam itu aku harus menunggui suami untuk operasi. Menurut dokter setelah operasi pertama kering harus dilakukan operasi kedua untuk memasang pen. Dokter memberikan kebebasan diriku untuk dioperasi atau mau pilih pergi ke alternatif. Perasaan aku campur aduk dan keraguan memenuhi diriku. Melihat biaya yang harus dikeluarkan begitu besar ada keinginan untuk membawanya ke alternatif yang cukup kondang. Tapi letaknya jauh dari tempat tinggalku. Membayangkan aku harus menemani suamiku berobat di luar kota , bagaimana dengan anak-anak yang akan tinggal sendiri. Aku memutuskan untuk tetap di ruamh sakit ini apapun resikonya.

Operasi pemasangan pen berjalan lancar dan setelah melewati saat kritis tinggal pemulihan . Aku berniat untuk merawat suamiku di rumah. Membayangkan kalau di rumah sakit tentunya biaya lebih mahal dan aku tak bisa istirahat dengan tenang. Belum lagi aku masih harus mengajar . Kalau suamiku di rumah paling tidak aku bisa mengurusnya dan anak-anak juga tidak terlantar. Untungnya suamiku bukan tipe manja. Dia berusaha untuk tak merepotkan diriku. Dengan bantuan kruk dia bisa beraktivias walau harus perlahan. Setiap hari aku membantunya membersihakn lukanya dan membantunya belajar berjalan. Akhirnya kruk bisa dilepas dan mulai berjalan dengan tongkat rotan. Tongkat yang biasa digunakan oleh kakek-kakek untuk berjalan. Tongkat itulah yang cukup lama dipakai sampai suamiku bisa kembali berjalan normal.

Ah, tenyata perjuangan dan kesabaran yang begitu melelahkan berbuah berkah teindah . Suamiku bisa berjalan kembali . Dan rasa syukur memenuhi hatiku saat aku bisa melihat suamiku berjalan. Tidak pincang. Aku sempat kawatir karena tulang keringnya patah sampai hancur. Artinya pasti ada tulang yang hilang tapi suamiku bisa berjalan normal seperti sedia kala. Rasa syukur aku panjatkan pada Allah atas berkat terindah yang diberikan pada keluargaku. Dan semua kegembiraan ini juga dibarengi dengan kegembiran lain yaitu anak sulungku diterima di perguruan tinggi. Betapa berkah terindah yang pernah aku dapatkan. Bayangkan anakku hampir setiap waktu membantuku saat suami di rumah sakit. Acapkali dia tak masuk di bimbingan belajarnya. Belajarpun dia terganggu karena konsentrasinya terbelah.Tapi anakku bisa diterima di perguruan tinggi itu luar biasa bagiku. Betapa bahagianya hatiku, tak putus-putusnya aku bersyukur pada Allah dalam doaku yang panjang. Perjuangan  yang berat dan kesabaran selama suamiku sakit sampai sembuh berbuahkan hasil yang menggembirakan. Sungguh indah berkatNya.....


 

21 komentar:

  1. wah alhamdulillah ya mak, semoga selanjutnya selalu dilimpahkan kesehatan ya :))

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah ya mak, alhmdulillah bgd, akhirnya suami tercinta bs pulih kembali, salut bwt anak anaknya mak...
    O ya, sukses bwt ngontesnya y mak :)

    BalasHapus
  3. iya mak Inda berkah terindah yang pernah aku dapatkan

    BalasHapus
  4. sukses ya mbak GA, semoga keluarganya selalu sehat, patah tulang memang butuh penyembuhan yang cukup lama, kita keluarganya harus sabar dan terus mendukung

    BalasHapus
  5. bersyukur ya mah. alhamdulillaah. benar-benar sebuah berkah.

    BalasHapus
  6. Betul mbak Evrina, harus benar2 sabar

    BalasHapus
  7. Iya mbak Damarojat, bersyukur sekali

    BalasHapus
  8. Alhamdulilah. Atas Izin Allah sudah mendapatkan kesehatan kembali. Salam kami sekeluarga di Pontianak. Kalimantan Barat

    BalasHapus
  9. salam kenal algi ams Asep. wah dari pontianak ya, tapi namanyakaya orang sunda

    BalasHapus
  10. Subhanallah pengalamannya mbak.... terharu baacanya...salam kenal ya mbak :)

    BalasHapus
  11. Salam kenal kembali mbak Nani, iya mbak butuh kekuatan yang besar karen agak gampang juga merawat orang yang patah tulang, terutama saat belajar jalan.

    BalasHapus
  12. Alhamdulillah, diberi kesehatan seperti sedia kala. Semoga seterusnya sehat dan selalu diberkahi ya Mamah Tira ^_^

    BalasHapus
  13. tongkat yg benar2 penuh kenangan ya mak Tira...semoga mak sekeluarga selalu diberi keselamatan dan kesehatan oleh Allah..

    BalasHapus
  14. makasih doanya mak Irowati. karena cukup trauma waktu itu, pennya sampai sekarang belum dilepas, seharusnya 2 tahun yang lalu sudah harus dilepas

    BalasHapus
  15. Alhamdulillah.. perjuangan yang berakhir indah ya mak :)

    BalasHapus
  16. Allhamdulillah ikut gembira mbak atas kesembuhan suaminya saat ini. Kalau mengengar atau membaca tentang kecelakaan saya masih agak trauma juga. Semoga kita diberikan kesehatan selalu ya. Terima kasih sudah ikutan GAnya Mbak Indah, Salam kenal

    BalasHapus
  17. Betul mabk Lidya , kami juga masih trauma sampai2 pennya belum dilepas padahal harusnay 4 tahun yang lalu harusnya sudah dilepas. Salam kenal kembali mbak

    BalasHapus