Gambar dari sini
Sudah hampir 3 bulan lebih wabah corona berlangsung dan
masih belum terlihat hasil memuaskan. Dan memang akhirnya kita harus berdamai
dengan virus corona ini. Bukan kita pasrah , memang kenyataan yang kita hadapi
seperti ini. Bagi anak-anak selama pandemi ini semua diliburkan dan belajar di
rumah. Ternyata belajar dari rumah tidak segampang yang dibicarakan, banyak
kendala yang dihadapi baik siswa maupun orangtua. Dan bahkan gurupun banyak
yang belum bisa beradaptasi dengan perubahan yang terjadi saat anak-anak harus
belajar di rumah. Lalu efektikah saat anak-anak belajar di rumah. Hal ini bisa
dilihat dari sudut anak , orangtua dan guru, lingkungan Keempat faktor ini
sangat berpengaruh efektif atau tidaknya belajar dari rumah.
1 Dari sisi anak. Anak memiliki fasilitas lengkap . internet
yang bagus, ponsel dan laptop untuk belajar dari rumah. Nah, dengan fasilitas
ini anak-anak memungkinkan untuk belajar dengan baik, karena semua sarana
tersedia.Bagaimana dengan anak-anak yang tak memiliki fasilitas bahkan untuk
beli kuota saja orangtuanya harus mencari tambahan uang.
2. Orangtua . Pendidikan orangtua juga sangat berpengaruh
terhadap kelancaran anak belajar. Dengan pendidikan orangtua yang bagus bisa
mendampingi anak-anak untuk belajar dengan baik. Membantu anak-anak untuk
berdisiplin dalam hal belajar. Nah, tentunya kendala bagi ibu-ibu yang bekerja
di luar rumah. Bagaimana bisa mendampingi anak-anak bisa belajar. Mau tak mau
belajar akan dialihkan saat ibunya pulang kerja. Atau anak mengerjakan yang
bisa dulu baru nanti yang tak bisa menunggu ibunya pulang kerja.Bagaimana
dengan orangtua yang pendidikannya kurang, yang gak bisa membantu anaknya
belajar.Bagaimana dengan anak yang hidup dengan neneknya atau saudaranya.
3. Guru. Beberapa yang saya amati, kebanyakan guru hanya
memberikan banyak tugas yang membuat anak dan orangtua kewalahan dengan tugas
tersebut. Apalagi kalau tugas itu menyangkut materi yang belum diajarkan saat
di sekolah. Beberapa sekolah yang bagus dan gurunya memang mau beradaptasi
mereka bukan hanya sekedar memberi tugas saja tapi membuat vidio pembelajaran,
yang berisi materi yang diterangkan dengan contoh-contoh soalnya, baru ada tugas
yang diberikan.
4. Lingkungan. Lingkungan sangat berpengaruh sekali.
Bagaimana dengan anak-anak yang berada di lingkungan padat penduduk, anak-anak
di desa, anak-anak di perkampungan pinggir kota. Dimana mereka gak punya tempat
yang nyaman untuk belajar karena rumahnya kecil, berdempetan. Belum lagi banyak
anak-anak akhirnya lebih banyak bermain karena lingkungan gak memungkinkan
mereka untuk belajar. Di desa-desa dimana sarana belajar gak ada , mereka lebih
suka bermain di alam dengan bebas.
Jadi efektif atau tidaknya belajar dari rumah bisa dinilai
sendiri dari keempat faktor tersebut. Saya punya komunitas anak di desa
nanggela, selama pandemi ini tetap melakukan belajar tapi saya memberikan
vidio-vido pembelajaran kreatif dan mereka menyetorkan tugas. Dari 30 anak
yangsetor hanya 15 anak. Kendala yang dihadapi adalah banyak yang gak punya
ponsel, kalau punya minim kuota dan lingkungan dan pendidikan orangtua yang
kurang. Ternyata gak semua anak-anak bisa belajar dengan baik di rumah. Bahkan
banyak sekolah yang anak-anaknya memang gak punya ponsel, menyuruh anak-anak
datang ke sekolah untuk mengambil tugas. Kalau tugasnya diketik dan difotocopi
lebih enak ya. Tapi ada yang ambil tugas yang harus menulis dulu dari papan
tulis. Dikerjakan dari rumah nanti dikumpulkan lagi ke sekolah. Lah, ini sama
saja seperti sekolah biasa dong.
Makanya dengan adanya new normal apakah mungkin sekolah
dibuka kembali? Dan perlu diingat hak anak adalah bisa mendapatkan pendidikan
dengan baik. Padahal gak semua anak bisa mendapatkan belajar dengan baik saat
di rumah saja. Makanya new normal sekolah adalah mungkin untuk dibuka kembali
agar setiap anak punya hak belajar yang sama. Kadang suka sedih saja, melihat
anak-anak yang gak bisa belajar karena sarananya kurang, sedih masih lihat
anak-anak gak belajar tapi berkeliaran di luar. Orangtua yang anaknya gak punya
sarana belajar yang memadai malah menginginkan anaknya belajar kembali karena
kalau tidak seharian bisa bermain terus dengan teman-teman yang lainnya. Belum
saya menemukan ibu penjual kerupuk menangis saat saya kasih uang lebih , karena
uangnya bisa beli kuota buat anaknya yang mau ujian besok. Dan itu bukan satu
atau dua orang tapi cukup banyak yang kesulitan membeli kuota internet.
Nah, bagaiaman bagi orangtua juga yang bimbang saat new
normal ini, menurut aku solusinya ada tiga
1 Homeschooling. Bagi orangtua yang mampu mengajarkan
anak-anaknya sendiri bisa melakukan homeschooling sesuai kurikulum sekolah
2 Semi homeschooling. Bekerja sama dengan sekolah. Sekolah
memberikan vidio pemelajaran dan tugas ke anak untuk dipelajari dan dikerjakan.
Sementara anak-anak yang lain sekolah. Materi yang di rumah dan di sekolah
sama. Dengan demikian yang sekolah tak terlalu banyak.
3. Sekolah dengan protokol kesehatan ketat. Jumlah siswa sudah berkurang karena ada yang homeschooling dan yang semi homeschooling.Mungkin agar tak
banyak anak dalam satu kelas mungkin bisa dilakukan shift2an. Sehingga satu
kelas hanya berisi 15-20 orang. Kalau sudah ada anak yang homeschooling atau
semi tentunya yang ke sekolah tinggal sedikit. Dan protokol kesehatan harus dijalani
seperti cuci tangan , jaga jarak,pakai masker. Mungkin jam belajar dikurangi
hanya 4 jam dulu saja dan tak ada istirahat sehingga meminimalisir anak-anak
berkerumun.
Bagi saya ini sangat adil, sehingga anak-anak yang gak punya
akses belajar , tetap bisa belajar denagn protokol kesehatan ketat. Aku suka
sedih lihat anak-anak yang terkendala dengan fasilitas dan sarana.Akhirnya
mereka malah sibuk bermain.Lah di kemarin-kemarin banyak yang ambil tugas ke sekolah
dan duduk di kelas bersama-sama , malah membahayakan. Tapi dengan new normal
dengan protokol kesehatan jelas akan lebih nyaman bagi anak maupun guru. Bisa?
Ya harus bisa. Anak-anak bisa diajarkan untuk disiplin dan guru harus bisa
tegas pada anak-anak didiknya. Semoga
harapan saya agar anak-anak yang gak punya akses belajar bisa sekolah kembali
secepatnya agar mereka tidak tertinggal dalam belajarnya.
Tulisan ini bukan untuk diperdebatkan antara orang-orang
yang setuju sekolah dan tak setuju sekolah. Tapi hanya memberikan fakta bahwa
gak semua anak bisa belajar dengan baik saat pandemi karena banyak faktor di
atas. Padahal pendidikan adalah hak setiap anak tanpa kecuali.
Dilema memang saat ini kak... karena kita dipaksa mengikuti keadaan (pandemi) tanpa ada persiapan dahulu dan kita jadinya beda beda penerapannya... ada yang siap ada yg belum ada yang belajar cepat tapi banyak juga yang masih gagap..
BalasHapusKita doakan semoga pandemi segera berakhir ya kak
betul mas kornelius , saat sebagian anak gak bisa belajar dg baik itu ngenes banget
BalasHapusKalau anak sakit lebih sedih lagi Bu. Nggak bisa ngapa2in selain merasakan sakit. Harusnya ini juga bisa dijadikan pertimbangan
BalasHapusanonim, kan sudah saya tulis di atas yg takut ya bisa home schooling atau semi homeschooling. spt di bebeapa daerah di kab di daerah saya, anak2 datang ke sekolah ambil tugas dan nulis tugas di sekolah lalu pulang, dua hari lagi ngumpulin tugas sambil nulis tugas lagi, malah bahaya kan gak ada protokol kesehatan banget, tp dg new normal malah anak2 diajarkan agar mau jaga jarak, pakai masker , cuci tangan.
BalasHapusBingung juga ya mbk, kasihan juga sama anak-anak yang nggak punya fasilitas untuk belajar dari rumah. Mungkin banyak juga orangtua yang susah buat cari makan ditambah harus beli kuota internet. Apalagi yang rumahnya ada di pelososk dimana nyari sinyal aja susah.
BalasHapusBerdoa aja, semoga pandemi ini bisa segera diatasi.
betul mbak astria, di desa saya punya komunitas, anak2 datang ke sekolah, nulis tugas, pulang, nanti gitu seterusnya. lah ini jadi spt sekolah biasa dong. maalh bahaya
BalasHapusmasih ada kesenjangan yg sangat besar ya, solusi yang ditawarakan mamah tira menurut saya bagus, win-win solution buat semuanya..
BalasHapus-traveler paruh waktu
betul mas bara, solusi itu adil bagi semua anak
BalasHapusSaya juga menulis tentang tema Memaksimalkan masa pandemi dengan judul "Pendidik tetap produktive, meskipun masa #DirumahAja# di blog bengkulutrainingschool.blogspot.com.
BalasHapusDi sana saya melihat dari sisi siswa dan pendidik. Saya angkat pendidik karena semua elemen yg terlibat dalam pembelajaran kita sebutb pendidik. Ada beberapa hal yg menjadi konses saya, yaitu dari responsive siswa/ mahasiswa. Tidak semua memang, namun hal ini angka nya juga tinggi, oleh sebab itu saya lebih menyebutkan peserta didik unresponsive. Untuk lebih jelasnya silakan kunjungi bengkulutrainingschool.blogspot.com dan jangan lupa klik ikuti/follow pada pojok kiri bagian bawah..terimakasih
Semoga anak2 kita sebagai generasi penerus bangsa bisa berada diruang sekolahnya kembali.😊 Dan Covid 19 harus segera berlalu dari negri ini Amiinn!..🙏🙏
BalasHapusbengkulu, iya sebetulnya sy prihatin dg anak2 yg gak punya akses saja ,itu intinya, makanya ada solusi di atas
BalasHapussatria, betul semoga anak2 yg gak punya akses juga bisa belajar kembali dg protokol kesehatan ketat
BalasHapusBingung juga ya mba jadi orangtua kalau harus menyekolahkan anak lagi di masa pandemi ini :( kayaknya mending cari aman aja dengan homeschooling karena meskipun memakai protokol kesehatan, toh anak berkeliaran ke mana aja kan susah diawasinya
BalasHapusiya mbaka udi, kalau memang takut memang lebih baik homseschooling. di desa saya maalh itu td ambil tugas ke sekolah dan nulis tugas malah bahaya, makanya aku bakal nyuruh mereka pakai protokol kesehatan kalau mau ke sekolah
BalasHapusAku sih maunya corona benar2 sudah pergi baru deh anak2 bersekolah kembali. Ngeri juga ya takut terkena virusnya. Atau mendingan belajar online dulu nanti tahun depan masuk sekolah secara fisik deh.
BalasHapusMemang bikin galau ya soal sekolah anak2 ini. Betul pemaparan Ibu, kenyataannya masih banyak anak2 yang tidak punya fasilitas buat belajar di rumah. Semoga segera ada jalan keluar dan kesepakatan dari sekolah dan orang tua, demi terpenuhinya hak anak untuk belajar
BalasHapusKita semua mau gak harus menyesuaikan dengan kondisi ini.
BalasHapusPemerintah harus melihat ini dengan jernih, bahwa pemerataan fasilitas pendidikan saja masih PR yang tak pernah selesai, ditambah lagi pemerataan tiap keluarga.
Harapannya, sembari beradaptasi, corona ini bisa segera lepas.
Jika keadaan begini terus, mau tidak mau pilihan new normal harus jalan, sekolah juga harus jalan dengan protokol kesehatan. Karena, di sana (sekolah) pemerataannya lebih baik daripada belajar di rumah dengan fasilitas terbatas karena keluarga tak mampu.
scocoper6, betul sekal, makanya aku mencoba membuka kembali komunitas anak milik saya dg protokol kesehatan. mereka tinggal di desa yang gak punya fasilitas belajar memadai, boro2 di rumah di sekolah mereka saja minim fasilitas
BalasHapus