Rabu, 13 November 2013

Monas yang Kukenal Dulu dan Sekarang



Kembali pergi ke Monas secara tidak sengaja karena menunggu kereta yang ke Cirebon  masih lama setelah berlibur ke Bali. Terakhir saya ke Monas waktu anak-anak masih SD. Dari statsiun Gambir , tinggal jalan kaki walau harus lewat pagar. Disitu ada pagar yang sudah rusak sehingga ada ruang yang digunakan orang untuk melintas ke sana daripada harus memutar. Nah, waktu mau masuk ke lubang di pagar itu saya agak ragu apakah saya bisa melewatinya, tapi ada wanita yang hamil dengan perut yang sudah besar saja bisa masuk ke sana. Waktu saya coba ternyata sulit masuk karena bagian pantat saya yang besar. Akhirnya setelah dipandu anak-anak , akhirnya saya bisa melewati lubang di pagar tersebut.


Sampai di Monas, terlihat bangunan yang menjulang tinggi yang sudah menjadi ciri khas kota Jakarta. Bentuk bangunan Monas ini berbentuk Lingga Yoni yang melambangkan kesuburan berdasarkan kebudayaan Hindu. Monas ini dirancang oleh arsitek Soedarsono dan Frederich Silaban. Bangunan Monas ini terdiri dari lidah api yang terdapat paling atas yang terbuat dari perunggu yang dilapisi oleh emas yang tingginya 17 meter dan diameter 6 meter. Ada pelataran puncak yang bisa dicapai dengan naik lift yang luasnya 11x11 meter. Dari sini dapat melihat gedung-gedung yang ada di Jakarta yang menjulang tinggi. Sedang pelataran bagian bawah dengan luas 45x45 meter, dari sini dapat melihat taman Monas yang berupa hutan kota. Dari pelataran bawah ini ke bagian dasar tingginya 17 meter.

Di bagian paling bawah Monas ini terdapat ruangan yang luas yang tingginya 8 meter dimana terdapat museum nasional, di sini ditampilkan sejarah perjuanagn bangsa Indonesia dengan luas 80x80 meter dan pada keempat sisinya terdapat  diorama-diorama yang menampilkan sejarah Indonesia dari jaman kerajaan jaman nenek moyang sampai kemerdekaan dan pergolakannya.

Ternyata  ada sesuatu yang baru saya lihat , yaitu pengunjung sering bristirahat di bagian tengah di museum sambil makan dan minum dan yang membuat saya kaget adalah di pojok-pojok tiang penyangga di tempati muda-mudi yang mojok , mungkin karena suasana yang remang-remang dapat digunakan untuk "mojok" Alangkah sedihnya kalau namanya museum hanya dipakai untuk "tempat berpacaran" atau tempat santai  duduk dan makan dan minum. Alangkah baiknya mungkin pengelola bisa membuat cafetaria di bagian luar untuk pengunjung makan dan minum dan area tempat pengunjung untuk beristirahat sehingga di dalam musium tidak digunakan untuk beristirahat. Satu lagi yang perlu diperhatikan pengelola adalah masalah pedagang yang menjual pernak-pernik asesoris dan kaos agar diberi lapak-lapak yang baik sehingga tidak menjual di tanah di sepanjang jalan mnuju Monas dan ditata yang lebih rapih. Dengan demikian penampilan Monas akan lebih rapi dan tertata dengan baik. dan satu lagi kesadaran pengunjung untuk membuang sampah  pada tempatnya.
Ruang tengah dari museum nasional yang digunakan untuk beristirahat, "ironis'