Senin, 30 Desember 2013
Perjalanan ke Banjarmasin-Mesjid Tertua Sultan Suriansyah
2 komentar Diposting oleh Tira Soekardi di 14.50
Tampak depan dari Mesjid Sultan Suriansyah
Jalan-jalan kali
ini ke Banjarmasin. Sama sekali saya belum pernah ke Banjarmasin , sehingga
ketika ada kesempatan untuk ke sana ,
dipakai untuk melihat-lihat kota Banjarmasin yang terkenal dengan kota
seribu sungai. Tidak salah, di kota Banjarmasin saja bisa melihat banyak
anak sungai yang mengalir dan tepiannya terdapat rumah-rumah panggung yang
terbuat dari kayu ulin. Saya tertarik dengan
rumah-rumah itu karena di Jawa jarang ada rumah panggung dari kayu yang
ada di tepi sungai yang lebar..
Perjalanan
pertama saya adalah ke mesjid tertua di kota Banjarmasin. Mesjid Sultan
Suriansyah. Letaknya di tengah pemukiman penduduk yang terdapat di utara sungai
Kuin, Kelurahan Pangeran, Kecamatan Banjarmasin Utara. Di seberangnya terdapat
sungai Kuin dan ada dermaga untuk perahu-perahu dan sepanjang sungai Kuin ini
terdapat tumah panggung yang merupakan ciri khas dari penduduk di sana.
Bentuk mimbarnya ada undakan berupa tangga
Mesjid ini
dibangun sejak abad 16 saat islam masuk ke kota Banjarmasin. Bangunannya
didominasi warna hijau dan kuning, menurut adat di sana warna kuning adalah
wana keramat. Ukuran mesjid 16x16 meter dengan tiang, lantai dan dinding
berasal dari kayu ulin dimana bangunan
berupa panggung . Di mesjid itu pengaruh Demak sangat kentara terlihat di tiang utama di mesjid banyak terlihat
ukiran khas Jawa. Pintunya di setiap sisi bejumlah lima, yang menandakan solat
lima waktu yang harus dijalani umat Islam. Jadi ketiga sisi berjumlah lima
belas pintu ditambah dua pintu di bagian depan sehingga pintu berjumlah tujuh
belas yang menandakan 17 rakaat sehari dalam solat 5 waktu. Dan terlihat mimbar
ada di bagian depan dengan undakan-undakan berupa tangga ke tempat mimbar untuk
kotbah, sangat mirip dengan mimbar di mesjid Keepuhan Cirebon. Atapnya tinggi
dengan lampu kristal putih tergantung megah., sehingga sirkulasi udara lebih
lancar.
Empat tiang dari kayu ulin yang ada ukirannya dan atap yang tinggi dengan lampu kristalnya. Ukirannya mendapat pengaruh dari ukiran Demak
Nama mesjid ini
diambil dari nama sultan kerajaan Banjar yaitu Sultan Suriansyah dan Sultan
inilah yang pertama kali memeluk agama islam. Sebelum masuk islam Sultan
Suriansyah bernama Pangeran Samudera. Waktu itu di kerajaan Banjar terjadi
konflik berupa perebutan kekuasaan. Akhirnya karena kurang aman maka Pangeran Samudera dengan
pengikutnya mengungsi. Akhirnya Pangeran Samudera dinobatkan rakyat menjadi raja
di Kuin (karena memang sebetulnya wasiat Raja Sukarama tahta harus diberikan
kepada Pangeran Samudera bukan Pangeran Mangkubumi) dimana kerajaannya berpusat
di hilir sungai Kuin. Ada satu lagi kerajaan Daha yang berpusat di hulu sungai.
Pintu mesjid yang didominasi warna kuning dan hijau setiap sisinya ada lima buah, kecuali bagian depan hanya ada dua buah.
Konflik terus
terjadi antara kedua kerajaan tersebut sehingga akhirnya Pangeran Samudera
meminta bantuan ke kerajaan Demak di Jawa. Raja Demak Sultan Trenggono mau
membantu dengan syarat Pangeran Samudera harus masuk islam. Diutuslah Khatib
Dayyan untuk membantu
memerangi
kerjaan Daha.. Perang usai dengan kemenangan Pangeran Samudera. Dan karena
masuk islam , beliau mengganti namanya menjadi Sultan Suriansyah. Dan dibantu
dengan rakyatnya mulailah dibangun mesjid pertama di kerajaan Kuin ini.
Ternyata Khatib Dayyan adalah cucu buyut dari Sunan Gunung Jati yang bernama
Syeh Syarif Abdurrahman tapi lebih dikenal dengan Khatib Dayyan. Makanya
pengaruh dari kerajaan di Jawa terlihat jelas dari mesjid ini, mulai dari
ukirannya dan mimbarnya.
Sungguh menarik
melihat mesjid tua ini, warna hijau dan kuning yang cerah dan ukitan di pintu
tergambar dengan jelas. Bangunan yang terbuat dari kayu ulin yang kokoh membuat
banguan mesjid ini terlihat gagah berdiri megah. Di seberangnya terdapat sungai Kuin yang
merupakan urat nadi perekonomian masarakat setempat.. Sunggu terkesan dengan arsitektur mesjid tua ini.
Label: jalan-jalan
Jumat, 27 Desember 2013
Memilih batik garut yang bagus dan terjangkau harganya sangatlah sulit, jadi foto dulu aja
Nah, yang
terakhir yang saya kunjungi di Garut adalah batik Garut. Batik Garut mmepunyai motif
yang berbeda dengan batik dari Solo dan
Jogja. Mungkin kalau ke daerah Garut di daerah Cipanas ada beberapa toko
yang menjual batik Garut. Kebetulan waktu saya menginap di salah satu resort di
Cipanas Garut ada layanan naik andong yang menawarkan untuk bisa membeli oleh-oleh
khas Garut termasuk batiknya. Pulang pergi naik andong hanya diberlakukan harga
Rp 50.000,- saja. Nama toko yang dituju namanya Ajirasa. Disana ada beberapa
macam aneka makanan khas Garut seperti dodol Garut dan yang sekarang banyak
dikenal adalah Chocodot (dodol dan coklat). Di bagian tingkat atas , dijual
aneka batik mulai dari yang cap sampai tulis. Saya sangat tertarik dengan motif
batik Garut yang mempunyai warna cerah dan lebih mempunyai kesan modern dan
kontemporer. Sayangnya di sana tidak ada yang sudah jadi . Jadi masih dalam
bentuk bahan yang belum jadi. Pilihan yang bagus dan menarik membuat saya
bingung untuk memilihnya.
Sejarah batik
Garut ini berasal dari nenek moyang yang turun temurun dan terus
berkembang dan sangat populer dikenal
dengan Batik Tulis Garutan dan pernah
mengalami masa kejayaan sekitar tahun 1967 sampai 1985. Karena terbatasnya
modal dan waktu itu strategi pemasaran yang lemah sehingga mengalami kemunduran
apalagi banyak yang sudah menggunakan mesin printing. Tetapi saat ini ketika
batik sudah mulai banyak dikenal banyak orang bahkan dunia, maka di daerah
Garut ini mulailah geliat pengrajin batik untuk menonjolkan kembali motif-motif
batik.
Bentuk geometrik ini mengarah secara diagonal, bentuk kawung dan
belah ketupat .Ada pula yang mengambil motif flora dan fauna. Ternyata motif
batik Garut ini merupakan cerminan dari kehidupan sosial budaya, falsafah hidup
dan adat istiadat orang Sunda. Beberapa motif batik yang merupakan ciri khas
Garutan adalah motif Rereng Peuteuy, Rereng kembang Corong, Rereng Merak
Ngibing, Rereng Pacul, Limar. Dan yang menjadikan warna khas Garutan adalah
warna cerah dan penuh pada sisi lainnya dan kebanyakan didominasi warna dasar
krem atau gading, biru, sogan dan agak merah.
Batik Garut juga
sudah banyak terpengaruh dengan modernisasi dengan warna cerah dan motif
kontemporer. Mengenai harga , sangat terjangkau kantong dan tidak terlalu
mahal. Pokoknya , kalau mau ke Garut jangan lupa mampir membeli batik Garutan,
pasti tidak akan menyesal, sungguh!!!!!
Label: jalan-jalan
Minggu, 22 Desember 2013
Mungkin dari
kita semua sudah pernah meilhat drama baik di televisi atau di gedung-gedung
pertunjukan. Arti drama sendiri adalah suatu aksi atau perbuatan sedang dramtik
adalah jenis tulisan yang dipertunjukkan dalam tingkah laku, mimik dan
perbuatan. Drama juga mempunyai banyak macamnya seperti drama komedi yang
berisi drama lucu yang mengelitik penontonnya atau drama tragedi yang berisi
cerita sedih. Dan yang lebih dikenal dan populer saat ini adalah opera dimana
drama yang di dalamnya disertai dengan musik dan nyanyian.
Ternyata drama
bagi anak-anak banyak mempunyai manfaat bagi perkembangan karakter anak Dengan
drama bisa memupuk kerjasama antar anak,
meningkatakan rasa percaya diri, mengembangkan kreatifitas dan apresiasai diri
dan menghargai pendapat dan pikiran yang baik.
Waktu peringatan satu Muharam lalu saya
diminta bantuan oleh Yayasan Al Kahfi Cirebon untuk melatih drama anak-anak di
sana. Kebetulan saya disuruh melatih anak-anak yang masih duduk di kelas satu
sampai tiga SD. Mungkin kalau drama terlalu berat , apalagi menyuruh mereka
diam sesaat saja akan sulit karena anak seumuran mereka masih tidak bisa
serius. Akhirnya diputuskan untuk membuat opera kecil-kecilan dengan beberapa
lagu yang sudah dikenal anak-anak. Saya mengambil tema lingkungan hidup. Ini
sebetulnya pengalaman pertama saya melatih anak kecil, biasanya sih anak SMA.
Memang cukup kesulitan untuk mengatur mereka tapi akhirnya mereka bisa
melakukannya walau pertama banyak yang kurang rasa percaya diri, tapi akhirnya
mereka mau tampil sesuai dengan skenario yang saya buat walau dengan
iming-iming diberi lolipop.
Sedang anak yang
lebih besar mereka sudah bisa mencari cerita dan dialog sendiri. Rasa percaya
diri mereka lebih baik dari anak yang masih kecil. Ternyata di hari perayaan 1
Muharam ini setiap kelompok mampu memperlihatkan kebolehan mereka berakting
dalam drama . Memang masih belum sempurna tapi ini merupakan pengalaman
berharga bagi anak untuk membentuk karakter mereka. Jadi tidak salah untuk melatih
anak untuk bermain drama dengan tema
tertentu yang punya pesan moral yang baik.
Label: kesenian
Senin, 16 Desember 2013
Perjalanan ke Garut-Kompleks Rumah Adat Kampung Pulo
2 komentar Diposting oleh Tira Soekardi di 14.50
Berfoto di depan pintu masuk kampung Pulo
Selain candi
Cangkuang , di sekitar sana juga ada Kampung Pulo atau kampung adat. Menurut
cerita dulunya mereka beragama Hindu, makanya di sekitar situ ada peninggalan
candi. Baru kemudian Mbah Dalem Alif Muhammad datang beserta teman-temannya dan
beliau menyebarkan agama Islam pada penduduk kampung Pulo ini. Mbah dalem Alif
ini mempunyai enam orang anak dan salah satunya adalah pria. Makanya di kampung
Pulo didirikan 6 buah rumah adat yang berjejer berhadapan , tiga di sebelah
kiri dan tiga di sebelah kanan. Di sana ada sebuah mesjid. Ternyata menurut
kepercayaannya rumah mereka tidak boleh lebih dari enam, jadi tidak boleh
ditambah. Makanya kalau ada anak yang sudah menikah , harus keluar dari kampung
tersebut paling lambat dua minggu setelah menikah.Ternyata adat waktu mereka
beragama Hindu masih terbawa sampai sekarang, dan itu terbukti masihnya mereka
melaksanakan upacara ritual Hindu.
Waktu berkunjung
ke kampung Pulo, memang keadaannya tidak ramai karena memang hanya terdiri dari
6 kepala keluarga, makanya kampung mereka sulit untuk berkembang .Hanya dipakai
sebagai cagar budaya, dimana wisatawan bisa melihat kehidupan mereka , bahkan
ada yang menggunakan kampung Pulo ini sebagai subjek penelitian. Ternyata
merekapun masih taat dengan adat setempat yang kadang menurutku sih aneh
sekali, seperti tidak boleh berziarah pada hari rabu, dan tidak boleh bekerja
berat dan waktu itu malah mbah dalem Alif malah tidak boleh menerima tamu
karena pada hari rabu ini digunakan untuk mengajarkan agama. Selain itu , kalau mau berziarah perlu
mematuhi syarat-syaratnya seperti bara
api, kemenyan, minyak wangi, bunga-bungaan dan cerut yang katanya akan mendekatkan
peziarah dengan roh para leluhur. Nah, ini yang sungguh aneh ya, disisi lain
sudah menganut ajaran Islam tapi di sisi lain masih mempercayai adat yang
sebetulnya bertentangan dengan ajaran Islam.
Bentuk atap
rumah juga masih dipertahankan yaitu bentuknya harus memanjang/jolopong, tidak
boleh memukul gong dan tidak boleh memelihara hewan ternak berkaki empat seperti
sapi,kambing dan lain-lain. Dan setiap tanggal 14 Maulud ada upacara memandikan benda pusaka. Dan
lucunya yang boleh menguasai rumah adat adalah wanita dan akan diwariskan
kepada anak perempuannya dan untuk anak laki-laki harsu meninggalkan kampung tersebut.
Mungkin melihat
kampung dengan hanya enam rumah , sangat aneh . Dan suasananya juga sepi dan
jarang ada anak yang berkeliaran di sekitarnya. Di saan juga bisa berfoto di
depan rumah adat mereka , bahkan kalau mau bertamu juga dibolehkan.. Waktu saya
ke sana , di salah satu rumah mau diadakan hajatan sunatan dan banyak orang
berkumpul untuk membantu masak buat acara hajatannya. Kalau di lihat
keseluruhan objek wisata di desa Cangkuang ini unik menarik. Ada kampung Pulo,
Candi Cangkuang yang harus melewati situ Cangkuang yang airnya tenang dengan
gunung dan hamparan pepohonan yang hijau , menambah kesejukan dan keindahan
daerah tersebut. Jadi jalan-jalan ke Garut jangan lupa mampir tempat wisata
yang penuh pesona ini.
Rumah adat kampung Pulo yang hanya berjumlah enam dengan bentuk yang sama
Label: jalan-jalan
;;
Subscribe to:
Postingan (Atom)